Rabu, 16 Januari 2013

7 KEBUTUHAN MENURUT MASLOW



TEORI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW
Teori Abraham Maslow tentang motivasi manusia dapat diterapkan pada hampir seluruh aspek kehidupan pribadi serta kehidupan sosial.[1] Individu merupakan keseluruhan yang padu dan teratur. “Manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk setiap spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah”. Ini merupakan konsep fundamental unik dari pendirian teoritis Maslow. Kebutuhan-kebutuhan itu juga bersifat psikologis, bukan semata-mata fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah, mudah diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, kebiasaan atau tradisi yang keliru.
Kata Maslow, “Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan aspek-aspek intrinsik kodrat manusia yang tidak dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas.” Pandangan ini menantang keyakinan lama dan cukup tahan uji ini yang dianut oleh banyak orang bahwa naluri memiliki sifat kuat, tidak bisa diubah dan jahat. Maslow justru mangajukan kebalikannya, “Kebutuhan-kebutuhan dengan mudah dapat diabaikan atau ditekan dan tidak jahat, melainkan netral atau justru baik.” Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu  sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lainnya akan muncul menuntut pemuasan, begitu seterusnya.[2]
Suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan dasar jika memenuhi syarat-syarat berikut:[3]
1.      Ketidakhadirannya menimbulkan penyakit.
2.      Kehadirannya mencegah timbulnya penyakit.
3.      Pemulihannya menimbulkan penyakit.
4.      Dalam situasi-situasi tertentu yang sangat kompleks dan dimana orang bebas memilih, orang yang sedang berkekurangan ternyata mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasaan lainnya.
5.      Kebutuhan itu tidak aktif, lemah atau secara fungsional tidak terdapat pada orang yang sehat.
Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan pada manusia adalah bawaan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Oleh Maslow, kebutuhan manusia dirinci ke dalam tujuh tingkat kebutuhan, yaitu:
a.      Kebutuhan Dasar Fisiologis
Yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas di antara seluruh kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhannya akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur, dan oksigen. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta pertama-tama akan memburu makanan terlebih dulu. Ia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali pada makanan. Ia teringat tentang makanan, ia berpikir tentang makanan, emosinya tergerak hanya pada makanan, ia hanya mempersiapkan makanan dan ia hanya menginginkan makanan.
Maslow menyatakan bahwa dapat saja, meski mungkin tidak terlalu bermanfaat, menyusun daftar panjang tentang kebutuhan fisiologis, tergantung seberapa rinci orang ingin membuatnya. Orang dapat menunjukkan misalnya, betapa aneka kenikmatan sensoris seperti berbagai jenis cita rasa, bau-bauan, sentuhan, dan sebagainya, dapat digolongkan sebagai kebutuhan-kebutuhan fisiologis yang mempengaruhi tingkah laku. Selanjutnya, kendatipun kebutuhan-kebutuhan fisiologis ini dapat dipilah-pilah dan diidentifikasikan secara lebih mudah dibandingkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi, namun kebutuhan-kebutuhan tersebut tetap tidak dapat diperlakukan sebagai fenomena yang terpisah-pisah, yang berdiri sendiri-sendiri.
b.      Kebutuhan akan Rasa Aman
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah kebutuhan akan rasa aman. Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan akan rasa aman ini adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian, dan keraturan dari keadaan lingkungannya.[4] Sebagai contoh, seorang anak mengalami kecelakaan. Lalu, akibat dari kecelakaan ini si anak memiliki rasa takut terhadap banyak hal, sehingga menyebakan si anak memiliki keinginan yang kuat untuk dilindungi dan diperhatikan.
Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak-anak akan memeperoleh rasa aman yang cukup apabila mereka berada dalam ikatan dengan keluarganya. Jika ikatan ini tidak ada atau lemah, maka si anak akan merasa kurang aman, cemas, dan kurang percaya diri, lalu akan mendorong si anak untuk mencari area-area hidup dimana dia bisa memperoleh ketentraman dan rasa aman.
Pada orang-orang dewasa pun kebutuhan akan rasa aman itu nampak dan berpengaruh secara aktif. Usaha-usaha untuk memperoleh perlindungan dan keselamatan kerja, membayar asuransi, merupakan contoh-contoh dari tingkah laku yang mencerminkan kebutuhan akan rasa aman. Pengekspresian lain dari kebutuhan akan rasa aman ini bisa muncul apabila individu-individu dihadapkan kepada keadaan-keadaan gawat seperti perang, gelombang kejahatan, kerusuhan, dan bencana alam. Dapat pula diamati pada orang-orang dewasa yang mengalami gangguan neurotik[5]. Kebutuhan rasa aman dari orang-orang neurotik sering diekspresikan melalui keinginan mencari pelindung atau orang-orang kuat  yang bisa dijadikan tempat bergantung.
c.       Kebutuhan akan Kasih Sayang
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan kasih sayang, cinta, dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di lingkungan keluarga maupun di lingkungan kelompok di masyarakat. Kita memuaskan kebutuhan-kebutuhan kita akan cinta dengan membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain atau dengan orang-orang pada umunya, dan dalam hubungan-hubungan ini memberi dan menerima cinta adalah sama penting.[6]
Cinta, sebagaimana kata itu digunakan oleh Maslow, tidak boleh dikacaukan oleh seks, yang dapat dipandang sebagai kebutuhan fisiologis semata-mata. Ia berkata, “Biasanya tingkah laku seksual ditentukan oleh banyak kebutuhan, bukan hanya oleh kebutuhan seksual melainkan juga oleh aneka kebutuhan lain, yang utama diantaranya adalah kebutuhan akan cinta dan kebutuhan kasih sayang .” Maslow menyukai rumus Carl Roger tentang cinta, yaitu “keadaan dimengerti secara mendalam, diterima dengan sepenuh hati.” Dan Maslow dengan tegas menolak pendapat Freud bahwa cinta dan afeksi itu berasal dari naluri seksual yang disublimasikan. Bagi Maslow, cinta dan seks adalah dua hal yang sama sekali berbeda.
Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Dalam hubungan yang sejati tidak akan ada rasa takut, sedangkan berbagai bentuk pertahanan pun akan runtuh. Seringkali menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut kalau kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya terungkap. Maslow mengatakan, “Kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan yang menerima. Kita harus memahami cinta, kita harus mampu mengajarkannya. Jika tidak, dunia ini akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.”
d.      Kebutuhan akan Penghargaan
Maslow menemukan bahwa setiap orang memilih dua kategori kebutuhan akan penghargaan, yakni harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan.[7]
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat, rasa mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustasi atau terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu, dan rasa tak berguna, yang menyebabkan individu tersebut mengalami kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya, serta memiliki penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam kaitannya dengan orang lain.
Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status, atau keturunan. Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah hasil usaha individu yang bersangkutan dan merupakan bahaya psikologis yang nyata apabila seseorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya ketimbang pada kemampuan prestasi nyata dirinya sendiri.[8]
e.       Kebutuhan Ilmu Pengetahuan
Maslow berkeyakinan bahwa salah satu ciri mental yang sehat ialah adanya rasa ingin tahu. Diakuinya, data ilmiah ataupun klinis yang dengan jelas membuktikan kebutuhan in sebagai kebutuhan dasar memang kurang memadai, lagi pula dalam karya para teoretikus terdahulu seperti Freud, Adler, dan Jung, tidak dapat ditemukan uraian tentang persoalan ini. Menurut Maslow, alasan-alasan untuk mengemukakan rasa ingin tahu sebagai ciri pada seluruh spesies adalah sebagai berikut:
1.      Rasa ingin tahu kerap kali tampak pada tingkah laku binatang.
2.      Sejarah mengisahkan banyak contoh tentang orang-orang yang menantang bahaya besar untuk berburu pengetahuan, misal, Galileo dan Columbus.
3.      Hasil-hasil penelitian terhadap orang-orang yang masak secara psikologis menunjukkan bahwa mereka itu tertarik pada hal-hal yang penuh rahasia, yang tak dikenal dan yang tak dapat dijelaskan.
4.      Pengalaman Maslow bekerja di bidang klinis memberinya kasus-kasus dimana orang-orang dewasa yang sebelumnya sehat ternyata kemudian menderita kebosanan, kehilangan gairah hidup, depresi dan menjadi benci pada dirinya sendiri. Gejala-gejala semacam itu dapat dialami oleh orang-orang cerdas yang menjalani hidup ini dengan melakukan pekerjan-pekerjaan yang konyol. 
5.      Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang bersifat alamiah.
6.      Pemenuhan rasa ingin tahu ternyata secara subjektif juga memuaskan. Banyak orang melaporkan bahwa belajar dan menemukan sesuatu menimbulkan rasa puas dan bahagia.

f.       Kebutuhan Estetika
Ilmu behavioral mengabaikan kemungkinan bahwa orang memiliki kebutuhan yang bersifat naluriah atau sejenis naluri akan keindahan. Maslow menemukan bahwa paling tidak ada beberapa orang, kebutuhan akan keindahan ini begitu mendalam, sedangkan hal-hal yang serba jelek benar-benar membuat mereka muak. Hal ini diperkuat oleh hasil sebagian penelitian awalnya terhadap kelompok mahasiswa tentang efek lingkungan yang indah serta lingkungan yang jorok atas diri mereka. Penelitian itu menunjukkan bahwa keburukan menimbulkan kejemuan serta melemahkan semangat.[9] Maslow menemukan bahwa dalam arti biologis, sama seperti kebutuhan akan kalsium dalam makanan, setiap orang membutuhkan keindahan. Keindahan membuat seseorang lebih sehat.
Ia menunjukkan bahwa kebutuhan estetik berhubungan dengan gambaran diri seseorang. Mereka yang tidak menjadi lebih sehat oleh keindahan adalah orang-orang yang terbelenggu oleh gambaran diri mereka yang rendah.[10] Seseorang yang jorok akan merasa risih berada di sebuah restoran yang mewah serba merasa bahwa dirinya tidak layak.
Maslow juga mengamati bahwa kebutuhan akan keindahan ini terdapat pada anak-anak yang sehat hampir dimana pun. Ia berpendapat bahwa fakta tentang dorongan ke arah kebutuhan akan keindahan ini dapat ditemukan dlam setiap peradaban  dan dalam semua zaman, bahkan sejak zaman manusia tinggal di gua-gua.
g.      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita.[11] Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain. Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Pemaparan tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menggunakan kemampuan, oleh Maslow disebut aktualisasi diri, merupakan salah satu aspek penting teorinya tentang motivasi pada manusia. Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai  hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Maslow menemukan bahwa kebutuhan kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan tepuaskan secara memadai.
Maslow membicarakan sejumlah sifat khusus yang menggambarkan aktualisasi diri, yaitu:
1.      Mengamati realitas secara efisien
2.      Penerimaan umum atas kodrat, orang lain, dan diri sendiri
3.      Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran
4.      Fokus pada masalah-masalah di luar diri
5.      Kebutuhan akan privasi dan pemisahan diri
6.      Berfungsi secara otonom
7.      Apresiasi yang senantisa segar
8.      Pengalaman-pengalaman mistik atau puncak
9.      Minat sosial
10.  Hubungan antarpribadi
11.  Struktur watak demokratis
12.  Perbedaan antara sarana dan tujuan
13.  Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan
14.  Kreativitas
15.  Resistensi terhadap inkulturasi

Anak butuh menguasai cara-cara yang tepat untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya.[12] Proses pendidikan yang benar harus diarahkan pada pertumbuhan dan perkembangan anak, bukan hanya mengekang dan menjinakkannya demi meringankan beban orang tua. Maslow mengatakan bahwa kita harus lebih banyak belajar tentang cara menanamkan kekuatan, harga diri, sikap berani yang benar, dan sikap tidak menyerah pada ketidakbenaran. Pendidikan, baik formal maupun non formal, memainkan peranan penting dalam pengembangan watak.

Analisis

Sebagaimana telah kita ketahui, pemimpin atau bapak humanistik adalah Abraham Maslow. Teori kebutuhan Maslow dalam teori humanisme muncul berdasarkan konsep fundamentalnya mengenai motivasi. Dan dalam kenyataannya, proses-proses tentang motivasi manusia merupakan jantung dari teori Maslow.
Ada beberapa pernyataan bahwa Maslow menolak pendapat para ahli seperti Freud. Hal ini bukanlah penolakan secara mentah-mentah, melainkan lebih merupakan suatu usaha menelaah segi-segi yang bermanfaat, bermakna, sehingga dapat diterapkan bagi kehidupan manusia.
Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat  merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia. Dengan melihat pada tingkat kebutuhan dan corak pemuasan kebutuhan pada diri individu, kita bisa melihat kualitas perkembangan kepribadian individu tersebut. Semakin individu itu mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang tinggi, maka individu itu akan semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat. Dan sebaliknya, apabila individu belum mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sampai tingkat tinggi, maka individu tersebut belum bisa mencapai individualitas.
Aneka kebutuhan manusia itu saling berhubungan. Misalnya, seseorang yang berpikir bahwa ia lapar secara nyata mungkin juga merasakan kebutuhan akan rasa aman. Rasa aman tersebut dibutuhkan untuk bisa mendapatkan makanan sebagai pemenuhan rasa laparnya. Dan dengan rasa aman pula, seseorang bisa makan dengan suasana tenang. Jadi, pada hakikatnya kebutuhan-kebutuhan manusia membentuk keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, teori kebutuhan Maslow dapat dihubungkan sebagai berikut:
1.      Kebutuhan fisiologis
Dalam pembelajaran matematika, dibutuhkan suatu pemikiran yang memerlukan konsentrasi mendalam, daya pikir yang tepat, logis, dan cepat. Misalnya, dalam materi Konsentrasi penuh bisa dicapai apabila kondisi dan fisik seseorang dalam keadaan yang sehat, bugar, dan tidak sakit. Oleh karena itu, sebelum mengikuti pembelajaran matematika, kebutuhan fisiologis siswa harus terpenuhi dahulu. Siswa yang sehat akan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik, sehingga materi yang disampaikan guru bisa diterima dengan baik pula.
2.      Kebutuhan akan rasa aman
Selain kondisi tubuh yang sehat, suasana yang aman, tenang, dan tentram akan mampu meningkatkan konsentrasi. Sehingga setelah kebutuhan fisiologis tercapai, selanjutnya diperlukan kebutuhan akan rasa aman. Kondisi siswa sebaiknya tidak sedang dalam keadaan tertekan, karena saat pembelajaran matematika siswa harus bisa fokus agar bisa menyerap apa yang akan dipelajari. Dari pihak guru juga harus bisa menciptakan suasana nyaman dan memberikan perlindungan untuk siswanya. Terkadang siswa memandang matematika sebagai suatu hal yang menakutkan, sehingga disini guru sebaiknya memperlihatkan pembelajaran yang menyenangkan.

3.      Kebutuhan akan kasih sayang
Setelah rasa aman terpenuhi, selanjutnya siswa memerlukan kasih sayang. Kasih sayang akan tercapai apabila karakter siswa mampu dipahami dan dimengerti oleh guru. Jadi, seorang guru harus bisa memahami, dan menyayangi siswanya tanpa membedakan satu dengan yang lain. Dengan adanya perhatian dan pengertian dari guru, siswa akan memiliki kepuasan belajar tersendiri dalam dirinya. Selain itu, motivasi belajar siswa bisa terbangun karena adanya kasih sayang dari gurunya.
4.      Kebutuhan akan penghargaan
Setiap orang butuh dihargai, begitu pula siswa. Penghargaan dapat berupa sanjungan, pujian, maupun hadiah. Misalnya, apabila selesai ulangan matematika, lalu guru menyampaikan hasil ulangan tersebut pada siswanya. Dari hasil tersebut, seluruh siswa memperoleh hasil yang baik diatas nilai minimal. Sehingga, guru memberikan pujian kepada seluruh siswanya. Dengan adanya pujian dari guru, siswa akan merasa dihargai atas jerih payahnya dalam belajar. Selain itu, siswa akan lebih termotivasi dan percaya diri untuk melanjutkan pembelajaran.
5.      Kebutuhan ilmu pengetahuan
Rasa ingin tahu secara alamiah pasti ada dalam diri siswa. Dalam matematika, banyak sekali hal-hal yang tidak diketahui oleh siswa. Misalnya, seorang guru menjelaskan mengenai rumus mencari luas lingkaran, bahwa luas lingkaran. Lalu seorang siswa ada yang bertanya tentang “. Hal itu membuktikan bahwa siswa tersebut butuh pengetahuan, sehingga guru pun harus bisa menjelaskan kepada siswa agar siswa merasa puas dan rasa ingin tahunya bisa terjawab.
6.      Kebutuhan keindahan atau estetika
Keindahan menjadi salah satu faktor yang harus diperlukan saat melakukan pembelajaran. Siswa membutuhkan suasana yang bersih, rapi, dan indah supaya pikiran menjadi lebih jernih sehingga materi-materi matematika yang kebanyakan mengandung rumus bisa dengan mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, bagi guru juga harus mencerminkan penampilan yang rapi, bersih, dan indah agar siswa lebih fokus saat pembelajaran berlangsung.
7.       Kebutuhan aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi. Siswa butuh untuk menampilkan potensi yang dimiliki menjadi suatu kenyataan. Guru sebaiknya selalu merangsang siswa agar bisa mencapainya. Misalnya, dalam pembelajaran matematika, guru memberikan soal-soal matematika dan bagi siswa yang ingin mengerjakannya diperkenankan untuk maju ke depan. Dari situ, siswa bisa menuangkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga pengaktualisasian diri siswa mampu terpenuhi.
















DAFTAR PUSTAKA

Cervone, Daniel dan Lawrence A. Pervin. 2011. Kepribadian (Teori dan Pendirian). Jakarta: Salemba Humanika
Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius
Koeswara, E. Teori-teori Kepribadian. 1991. Bandung: PT Eresco
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius
http://princesspicko.blogspot.com/2011/10/gangguan-neurotik.html diakses pada hari Rabu, 16 Januari 2013, pukul 17.23 WIB


[1] Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 69.
[2]  Koeswara, E., Teori-teori Kepribadian, ( Bandung: PT Eresco, 1991), hlm. 118.
[3] Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 70.

[4]  Koeswara, E., Teori-teori Kepribadian, ( Bandung: PT Eresco, 1991), hlm. 121.
[5] Reaksi defensif atau ketakutan bersyarat tetap untuk melindungi dirinya sendiri dari stres yang menimbulkan kecemasan, dengan melakukan salah-pindah kecemasan itu dari bahaya yang sebenarnya ke suatu aspeknya yang berhubungan secara simbolik yang kemudian melindungi penderitaan terhadap keharusan menghadapi keadaan stres  itu sendiri.
[6] Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 92.
[7]  Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 76.
[8]  Koeswara, E., Teori-teori Kepribadian, ( Bandung: PT Eresco, 1991), hlm. 125.
[9]  Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 79.
[10] Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 79.
[11]  Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 93.
[12]   Goble, Frank G., Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 115